Selasa, 22 Maret 2022

Persiapkan Dirimu Pemuda Pengganti Pemimpin Bangsa

 


Apa kabar negeri ini?
Apa kabar pemuda pemudi?
Bagimana pemimpin negeri?
Apakah mereka tersenyum dan melambai tangan?
Atau mungkinkah mereka menangis dengan banyak kematian?

Ohh negeriku...
Negeriku sedang berduka
Semua orang mulai kasar, bertriak-triak, dan mencaci-maki
Keributan dimana-mana
Banyak bicara masuk penjara
Haha..lucu sekali negeriku, katanya demokrasi
Namun semua mulut terkunci

Semua orang binggung mencari solusi
Rakyat telah kehilangan pemimpin
Pemimpin yang tahu kebenaran dan keadilan
Pemimpin yang mau berjuang bukan karena uang
Saat ini yang tersisa, mereka mulai pintar menunjukkan gigi dan memalsukkan janji
Bejat sekali!!

Wahi pemimpinku
Bolehkah kami menyuarakan suara?
Bolehkah kami para pemuda menginjakkan kaki di barisanmu?!

Hay pemuda!
Dengarkah kalian?!
Bukakah indonesia kaya akan pemuda?
Siapkah kalian menjadi pemimpin?!
Mana jiwa pemimpin kalian?!

Nusantara butuh pejuang, tapi kalian tak siap berperang!
Haruskah rakyat tetap bungkam, hingga air mata menghitam

Aku tanya sekali lagi pemuda!
Apa kami bisa...apa kami bisa pemuda memberimu tanggung jawab pada pundakmu?!
Kalian masih haha hihi kesana kemari
Belum mengerti getirnya kehidupan ini

Rapikan bajumu wahai pemuda
Saatnya kita mulai menajamkan panca indra
Kita ini pemenang!
Jangan mau jadi pecundang, hanya berani di kandang
Semangatmu jangan kau kotori dengan keragu-raguan

Ibu Pertiwi butuh perubahan
Generasi muda adalah harapan
Kita bersama, bersorak, bertindak untuk indonesia
Menghantarkan ke gerbang kesuksesan
Bersatu demi indonesia

Rabu, 27 Oktober 2021

ORIENTASI NILAI BUDAYA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

 

Orientasi Nilai Budaya dalam Kehidupan Bermasyarakat

Disusun oleh:

Erlyna Rahma Sari (19310410084)

Artikel ini dibuat untuk memenuhi Tugas Ilmu Budaya Dasar,

Prodi Psikologi, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu Dr. Arundati Shinta/Amin Nurohmah, S.Pd., M.Sc

Orientasi nilai budaya atau  sistem nilai budaya berhubungan dengan apa yang diinginkan, pantas dan berharga sebagai pedoman terbaik bagi perilaku manusia. Menurut Koenjaraningrat (1986:90-94) nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sedangkan definisi nilai budaya menurut Kluckhohn   dalam   Pelly   (1994)   adalah bahwa   nilai   budaya merupakan  sebuah  konsep  beruanglingkup  luas  yang  hidup  dalam alam  fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.

Secara fungsional sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam pelly, 1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat serta erat emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab nilai-nilai tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya.

Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah hakikat hidup (MH), (2) hakikat kerja atau karya manusia (MK), (3) hakikat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu (MW), (4) hakikat hubungan manusia dengan alam sekitar (MA), dan (5) hakikat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya (MM). Kelima masalah tersebut dijabarkan sebagi berikut:

Pertama, masalah hakikat hidup (MH). Hakikat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstrem; ada yang berusaha untuk memadamkan hidup (nirvana = meniup habis), ada pula yang dengan pola-pola kelakuan tertentu meuganggap hidup sebagai suatu hari yang baik, "mengisi hidup".

Kedua, hakikat kerja atau karya manusia (MK). Setiap kebudayaan hakikatnya berbeda-beda, di antaranya ada yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.

Ketiga, hakikat kedudukan manusia dengan ruang dan waktu (MW). Hakikat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda; ada yang berpandangan mementingkan orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan untuk masa kini atau yang akan datang.

Keempat, hakikat hubungan manusia dengan alam sekitar (MA). Ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula kebudayaan yang beranggapan bahwa: manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.

Kelima, hakikat dari huhungan manusia dengan manusia sesamanya (MM). Dalam hal ini ada yang mementingkan hubungan manusia dengan manusia, baik secara horizontal (sesamanya) maupun secara vertikal (orientasi kepada tokoh-tokoh). Ada pula yang berpandangan individualistis (menilai tinggi kekuatan sendiri)

 

Referensi:

Koentjaraningrat. (1986). Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta

Pelly, Usman. (1994). Teori-Teori Ilmu Sosial Budaya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Penyusun, Tim. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa, Jakarta.

Sumber Gambar:

https://images.app.goo.gl/TARXHJztMXhWaxSD8 (diakses pada tanggal 27 oktokber 2021)

HUBUNGAN PRANATA SOSIAL DENGAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DAN INFORMASI

Hubungan Pranata Sosial dengan

Perkembangan Teknologi dan Informasi

Disusun oleh:

Nama: Erlyna Rahma Sari

NIM: 19310410084

Artikel ini dibuat untuk memenuhi Tugas Ilmu Budaya Dasar,

Prodi Psikologi, Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu Dr. Arundati Shinta/Amin Nurohmah, S.Pd., M.Sc

Manusia adalah makhluk sosial. Tujuan dari keberadaan sosial adalah bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup sebagai makhluk sosial dalam masyarakat yang diatur secara ketat.  Keberadaan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat erat kaitannya dengan persetujuan masyarakat terhadap penerapan sistem nilai dan norma.

Pranata sosial berasal dari bahasa Inggris yaitu institution. Beberapa sosiolog menerjemahkan institusi sosial dalam istilah lain, yaitu bangunan sosial, lembaga kemasyarakatan, atau lembaga sosial. Secara umum pranata sosial adalah suatu sistem tingkah laku dalam hubungan-hubungan kegiatan untuk memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat.

Dikutip dari buku Pengantar Antropologi (2019) yang ditulis Gunsu Nurmansyah, Nunung Rodliyah, dan Recca Ayu Hapsari, secara defenisi pranata sosial adalah sistem norma atau aturan mengenai suatu aktivitas masyarakat secara khusus. Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1979), sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi atau suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.

Macam-Macam Pranata Sosial

Pranata sosial dapat berubah menjadi dalam delapan macam pranata, sebagaimana dinyatakan Koentjaraningrat dalam buku Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (2000) sebagai berikut:

·         Pranata Domestik

Pranata domestik ini bertujuan untuk memenuhi keperluan keluarga, kekerabatan, dan hubungan antar-pasangan. Contohnya pranata perkawinan, tolong menolong antar-kerabat, pengasuhan anak, sopan santun dalam pergaulan antar-kerabat, dan lain sebagainya.

·         Pranata Ekonomi

Pranata ekonomi ini bertujuan untuk memenuhi keperluan manusia, baik itu kebutuhan sandang, pangan, dan papannya. Pranata ekonomi juga berfungsi sebagai mata pencaharian hidup, memproduksi, menimbun, menyimpan, serta mendistribusi hasil produksi, dan lain sebagainya. Contohnya pranata pertanian, perbankan, industri, dan lain sebagainya.

·         Pranata Pendidikan

Pranata pendidikan ini bertujuan memenuhi keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan manusia agar menjadi anggota masyarakat yang beradab dan berguna. Contohnya pranata pemberantasan huruf, sekolah, pers, perpustakaan umum, dan lain sebagainya.

·         Pranata Ilmiah

Pranata ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia, serta mengatur cara penelaahan yang valid, kredibel, dan reliabel. Contohnya pranata metodologi ilmiah, penelitian, pendidikan ilmiah, dan sebagainya

·         Rekreasi Pranata

Pranata rekreasi ini bertujuan memenuhi keperluan manusia dalam menghayati rasa keindahannya, hiburan, dan kesenangannya. Contohnya pranata seni rupa, seni gerak, seni suara, seni drama, kesusastraan, olahraga, sanggar hiburan, dan lain sebagainya.

·         Pranata Agama

Pranata agama ini bertujuan memenuhi keperluan spiritual manusia, baik itu dalam berhubungan dengan Tuhan atau dengan alam gaib. Contohnya pranata siaran agama, pantangan, ilmu gaib, metafisika, semadi dan lain sebagainya.

·         Pranata Politik

Pranata politik ini bertujuan memenuhi keperluan manusia dalam mengatur dan mengelola sistem kekuasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Contohnya pranata pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, dan lain sebagainya.

·         Pranata Fisik atau Pranata Somatik

Pranata fisik atau somatik bertujuan untuk memenuhi keperluan fisik, kesehatan, dan kenyamanan hidup. Contohnya pemeliharaan kesehatan, pusat kebugaran, pusat kecantikan, rumah, dan lain sebagainya.

Keterkaitan Pranata Sosial dengan Perkembangan Informasi dan Teknologi

Kemajuan teknologi mengarah pada revolusi komunikasi dan mempengaruhi perkembangan masyarakat. Di bidang sosial, teknologi mengubah cara  masyarakat, organisasi atau bisnis dan keluarga berkomunikasi. Dulu, masyarakat selalu memanfaatkan pentingnya komunikasi langsung untuk menyampaikan informasi. Sekarang masyarakat dapat dimudahkan dengan adanya teknologi. Hal itu memungkinkan orang tua untuk bertukar kabar dengan anaknya yang berbeda kota melalui pesan atau video call. Dari sisi budaya, perkembangan teknologi saat ini memberikan dampak yang luar biasa, terutama bagi generasi muda tanah air. Teknologi membawa  pengetahuan baru bagi pembaca. Selain itu, teknologi informasi dan komunikasi saat ini sedang mengalami perubahan yang mempengaruhi perekonomian masyarakat. Orang-orang, terutama bisnis kecil dan bisnis besar, sekarang menggunakan teknologi untuk menjual produk mereka. Hal itu mereka lakukan dengan mengiklankan produk di sosial media misalnya instagram, facebook, tiktok, dan lain sebaginya.

Pranata Sosial yang Berkembang Paling Pesat

Sebagai salah satu tujuan dari pranata sosial untuk memenuhi kebutuhan  manusia, dengan itu pranata ekonomi sistem norma atau kaidah yang mengatur perilaku individu dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan barang  dan jasa. Jadi pranata ekonomi ini lahir ketika orang-orang mulai mengadakan pertukaran barang atau perdagangan serta mengakui adanya kebutuhan atau tuntutan dari orang lain.

Di dalam masyarakat, beerapa termasuk dalam kelompok elit (atas), sementara yang lain hidup dalam kelompok bawah. Namun, dua kelompok orang dapat hidup  dalam ruang dan waktu yang sama. Biasanya dua kelompok masyarakat saling membutuhkan dan  bekerjasama secara ekonomi dan  sosial. Misalnya bank dan renternir atau pengusaha dengan buruh.

Dari contoh tersebut terlihat jelas bahwa pranata ekonomi memang terbentuk dengan sendirinya disebabkan oleh adanya kebutuhan masyarakat, serta disebabkan oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Perkembangan pranata kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat terus mengalami perubahan. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi yang berkembang pesat. Bahkan perubahan pola konsumsi masyarakat sangat ditentukan oleh perubahan lingkungan, bukan ditentukan oleh kebutuhan (needs) tapi oleh keinginan (wants).

 

Referensi:

Koentjaraningrat. (1979). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Nurmansyah, Gunsu., dkk. (2019). Pengntar Antropologi. Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja

Sumber Gambar:

https://images.app.goo.gl/D9Vf92DPgZM6Gc1H9 (diakses pada tanggal 27 oktokber 2021)

https://images.app.goo.gl/EufYfG9uF1naggyz9 (diakses pada tanggal 27 oktokber 2021)

 

 

Jumat, 25 Desember 2020

PUISI REALITA

REALITA

Aku tau

Kita sedang berpura-pura

Terlihat baik-baik saja


Sebenarnya banyak kata ingin terucap

Tetapi mulut terkunci rapat

Kenyataannya hanya saling tatap


Aku tau

Pedihnya ingin memeluk

Tangisnya akan pecah


Sama-sama merasa hal serupa

Tetapi tidak ada gerak yang tercipta

Pada akhirnya, hanya tersenyum hampa


@erlynarahma

Minggu, 20 Desember 2020

TEORI SOSIAL LEARNING WALTER MISCHEL DAN MARTIN SELIGMAN

 Teori Sosial Learning

Walter Mischel dan Martin Seligman

Erlyna Rahma Sari

19310410084

Dosen Pengampu: Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A


A. Walter Mischel

Teori kognitif sosial Mischel berpendapat bahwa faktor kognitif, seperti ekspektasi, persepasi subjektif, tujuan dan standard personal mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan kepribadian. Manusia memiliki sejarah individual dan pengalaman yang unik, yang memberikan mereka jalan untuk menentukan tujuan-tujuan personalnya, tetapi juga memiliki kesamaan yang cukup di antara manusia untuk memberikan jalan pada konstruksi rumusan matematis yang apabila tersedia informasi yang cukup akan menunjukkan perilaku yang reliable dan akurat (Kompasiana, 5/6/2014).


B. Martin Seligman

Martin Seligman lahir pada tanggal 12 Agustus 1942 di Albany, New York. Pada tahun 1967, Seligman meraih gelar Ph.D. dalam bidang psikologi dari Universitas Pennsylvania. Di tahun 1998, Martin Seligman terpilih sebagai Presiden American Psychological Association (APA). Martin Seligman seorang tokoh yang mampu mengubah cara pandang dan cara berpikir para psikolog dunia. Martin Seligman terkenal dengan nama “Father Of Positive Psychology”. Misi Seligman ialah mengubah paradigma psikologi, dari psikologi patogenis yang hanya berkutat pada kekurangan manusia ke psikologi positif, yang berfokus pada kelebihan manusia.

Awal karirnya bermula saat ia menjabat asisten professor di Universitas Ithaca, New York. Seligman memulai penelitian dibidang teori tentang pembelajaran ketidakberdayaan, pembelajaran perilaku pesimis, dimana ia memimpin penemuan untuk bidang pengobatan dan pencegahan dari depresi. Dalam penelitiannya di bidang pesimisme dan depresi ia menemukan dan memasukan ide baru yaitu optimisme.

Depresi menurut Martin Seligman learned hardness yaitu ketika seseorang mengalami pengalaman negative. Hal tersebut seperti ketika dihadapkan dengan stress dan rasa kesakitan yang panjang, mereka akan lebih mungkin mengalami depresi. Depresi akan terjadi setelah suatu peristiwa negative dimana individu menjelaskan peristiwa tersebut dengan atribusi yang menyalahkan diri sendiri.

Psikologi Positif Seligman berawal dari premis bahwa manusia itu “pada dasarnya happy” dan ilmu psikologi hadir sekedar untuk menguatkan perasaan positif itu.

Kebahagiaan dapat diperoleh dengan adanya kondisi psikologis yang didukung oleh emosi positif yang tinggi dan tingkat emosi negatif yang rendah. Banyak cara dilakukan oleh kita untuk mencapai kebahagiaan. Namun, kebahagiaan juga bisa bersifat sementara, yaitu kebahagiaan tersebut tidak benar-benar membuat kita bahagia atau kebahagiaan tersebut hanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Hal itu membuat kita melakukan upaya apapun untuk mencari kebahagiaan yang sebenarnya.

Berikut ini akan dijelakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang, yaittu:

Pertama, budaya. Faktor budaya dan sosial politik yang spesifik sangat berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang. Hasil penelitian lintas budaya menjelaskan bahwa hidup dalam suasana demokrasi yang sehat dan stabil lebih daripada suasana pemerintahan yang penuh dengan konflik militer.

Kedua, kehidupan sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Seligman dan Diener menjelaskan hampir semua orang dari 10% orang yang paling bahagia sedang terlibat dalam hubungan romantis.

Ketiga, agama atau religiusitas. Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius.

Keempat, pernikahan. Seligman mengatakan bahwa pernikahan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan.

Kelima, usia. Penelitian yang dilakukan oleh Wilson mengungkapkan kemudaan dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia. Namun setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak berhubungan dengan kebahagiaan.

Keenam, uang. Umumnya penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan kebahagiaan antara orang yang tinggal di negara kaya dengan orang yang tinggal di negara miskin.

Ketujuh, kesehatan. Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan. Menurut Seligman yang penting adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita.

Kedelapan, jenis kelamin. Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan. Wanita lebih banyak mengalami emosi positif dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Tingkat emosi rata-rat pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih bahagia dan lebih sedih daripada pria.


Referensi:

Saradi, Sunedi. (2018). Psikologi Positif. Yogyakarta: Titah Surga.

Yudhawati, Dian. (2018). Implementasi Psikologi Positif dalam Pengembangan Kepribandian Mahasiswa. Psycho Idea, Vol. 16 No. 2.

https://www.kompasiana.com/cacha/54f7182aa33311ab1d8b4836/mengenal-teori-rotter-dan-mischel ( diakses pada  20/12/2020)

Minggu, 06 Desember 2020

Social Learning Theory: Albert Bandura

 

Social Learning Theory:

Albert Bandura

Erlyna Rahma Sari

19310410084

Dosen Pengampu: Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., M.A

 

Social learning theory adalah teori dari Albert Bandura (1977). Menurut Bandura , manusia mempelajari sesuatu dengan cara meniru perilaku orang lain. Teori social learning tidak tercipta untuk menggantikan classical dan operant. Teori ini justru penyempurna kedua teori yang sudah ada, classical dan operant conditioning dapat terjadi selama proses meniru. Teori social learning ini juga dikenal dengan nama observational learning. Social learning theory, atau teori belajar sosial, adalah pengembangan dari karya Cornell Montgomery (1843-1904).

Bandura, sebagai seorang behavioristik, percaya bahwa perkembangan kognitif saja tidak cukup menjelaskan perilaku pada anak. Ia yakin, proses meniru juga berpengaruh terhadap perkembangan mereka. Bandura menyempurnakan teori belajar sosial dengan menambahkan aspek perilaku dan kognitif. Behavioral learning (belajar perilaku) berarti lingkungan menyebabkan seseorang melakukan perilaku tertentu. Belajar kognitif berarti bahwa faktor psikologis pun punya andil dalam mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku.

Namun, Bandura juga merasakan bahwa kemampuan kognitif juga mempengaruhi proses belajar. Ini, terutama, ketika ia melihat eksperimen boneka Bobo, di mana anak memperlihatkan perilaku berbeda setelah diperlihatkan sebuah tayangan.

Manusia dapat meniru perilaku, namun ia juga punya kemampuan memilih dan memilah perilaku apa yang mau ia pelajari. Kecakapan memilah dan memilih inilah aspek kognitif yang dimaksud.

Belajar observasional merupakan konsep dasar social learning theory Bandura. Belajar observasional berarti seorang individu mendasari pengetahuannya dengan mengobservasi orang lain di dalam lingkungan.

Seorang individu akan mengenali perilaku orang lain, menyesuaikan dengan dirinya, lalu menirukan perilaku tersebut di masyarakat. Semua yang ia ketahui berasal dari perilaku orang-orang di sekitarnya.

Bandura (1977) berkata bahwa manusia sesungguhnya adalah prosesor aktif. Manusia tidak sekedar meniru, ia memikirkan konsekuensi dari perilaku yang akan ia tiru. Menurut Bandura, ada tiga model yang ditiru dalam observational/social learning. Tiga model:

Pertama, model langsung, seorang yang nyata, berada di dekat peniru, melakukan suatu perilaku

Kedua, model instruksi verbal, seseorang menyebutkan perilaku dan ciri-cirinya secara detil

Ketiga, model simbolik, karakter (nyata/fiktif) yang menampakkan perilaku melalui media. Bisa berupa buku, video, atau film.

 

Referensi:

Janet Lesilolo, Herly. (2018). Penerapan Teori Belajar Sosial Albert Bandura dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Kenosis, Vol. 4 No. 2.

Mukhid. (2009). Perspektif Teori Kognitif Sosial dan Implikasinya terhadap Pendidikan. Tadrîs, Volume 4. Nomor 1.